Oleh: Hafidzoh
Seperti pepatah mengatakan “Seseorang yang ingin menjadi yang terbaik di suatu
tempat, akan mengalami ujian di tempat itu”. Seseorang yang ingin menjadi yang
terbaik di kantor ya ujiannya di kantor. Entah itu ujiannya berupa iri dan
dengki dengan sesama kolega, bos yang suka semena-mena dll.
Orang yang ingin menjadi yang terbaik di kampus akan menghadapi ujian di
kampus. Entah itu berupa dosen yang tidak sesuai dengan yang diharapkan, matkul
yang tidak disukai, terlalu banyak acara, dan lainnya. Seperti halnya penulis yang
ingin menjadi yang terbaik dalam menghafal Al-quran ya tentu ujiannya seputar
hafalan Al-quran. Entah itu berupa kemalasan luar biasa yang harus dihadapi, selalu
lupa dalam Muraja’ah, bingung dalam mengatur waktu dan lainnya. Namun
hal-hal seperti itu tidaklah pantas untuk dijadikan alasan sebagai penghambat
dalam menghafal Al-Quran karena seharusnya hal seperti itu dijadikan sebagai
motivasi dalam mencapai tujuan karena jika tidak, maka hal itu akan terus
berulang menjadi penghambat dalam menghafal Al-Quran. Salah satu faktor
yang sangat mempengaruhi adalah niat yang tulus untuk menjaga kalam-Nya hal ini
sesuai dengan yang dikatakan oleh ustadzah Nur Chanifah “jika kalian benar-benar tulus
ingin menjadi penghafal Al-Quran maka kalian harus mengubah niat dari “Kuliah
sambil Mondok” menjadi “Mondok sambil Kuliah” karena hal itu juga akan
mempengaruhi tujuan kalian ”. Untuk merubah mindset memang tidak
mudah, namun hal ini harus dipaksakan. Mungkin pada awalnya memang terpaksa namun
lambat laun kita akan menyadari bahwa yang selama ini kita anggap sebagai
paksaan justru adalah sesuatu yang dibutuhkan sehingga perasaan “dipaksa” juga
akan hilang dengan sendirinya. Seperti halnya penulis, sebelum penulis mulai
menghafal Al-Quran penulis sering menghawatirkan masalah-masalah dunia misalnya
masalah kiriman atau transfer-an dari orang tua, masalah tidak bisa
seperti teman-teman yang lain yang bisa hidup lebih baik dari penulis atau
masalah-masalah yang lainnya. Namun setelah mulai menghafal Al-Quran pikiran-pikiran seperti itu sering tidak muncul, bahkan yang selalu muncul
adalah pikiran bagaimana caranya menjaga hati agar selalu menjadi pribadi yang
baik dan sebisa mungkin menjadi orang yang pantas untuk memantaskan diri
sebagai bagian dari keluarga Allah. Selain mengalami beberapa perubahan pola
pikir, kini penulis menyadari beberapa keuntungan dalam menghafal Al-Quran yang
mungkin saja sering tidak diperhatikan, diantaranya adalah fakta bahwa
menghafal Al-Quran dapat melatih seseorang untuk berkonsentrasi tinggi. Semakin
banyak ayat yang bisa dihafal oleh seseorang dan hafalannya tetap terpelihara
dengan baik, berarti konsentrasi seorang tersebut menjadi semakin tinggi. Pada
umumnya semakin banyak ayat yang dihafal maka semakin cepat untuk menghafal
ayat-ayat lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi proses perbaikan
konsentrasi menjadi semakin tinggi, apabila semakin banyak ayat-ayat Al-Quran
yang dihafal. Konsentrasi yang tinggi akan melatih seseorang untuk memiliki
kemampuan berpikir tingkat tinggi yang baik.
Seperti
yang telah diketahui bahwa sebagai seorang mahasiswa penulis masih memiliki
beberapa kesibukan, hal tersebut sering dijadikan alasan untuk menjauh dari
Al-Quran dengan alasan belum sempat baca, kehabisan waktu dan lain sebagainya.
Entah mengapa tangan ini begitu kunyu untuk menjamah Al-Quran jangankan satu
juz, setengah juz atau satu halaman terkadang masih terasa berat untuk terucap
oleh lisan setiap harinya, padahal sudah tahu bahwa membaca Al-Quran sebelum
mengawali segala aktivitas sehari-hari bisa menjadi investasi bagi kita.
Semacam tabungan semangat dan tenaga untuk menuntaskan segala yang sudah
terencana. Jika membaca masih terasa sangat memberatkan, penulis mencoba untuk
latihan mendengarkan murottal. Salah satu murottal yang penulis suka adalah
murottalnya Emid Al-Mansury karena temponya cepat dan iramnya nyaman untuk
diikuti, terkadang penulis juga suka mendengarkan Imam Besar Masjidil Haram yakni
Abdurrahman as-Sudais beliau sering terisak saat membaca ayat-ayat tertentu dan
ketika penulis mencoba membaca artinya memang membuat merinding, misalnya ayat yang
menggambarkan hari kiamat atau siksaan di neraka. Dengan mendengarkan murottal
ini penulis kembali mengerti bahwa sekalipun kita tidak mengetahui arti dan
tujuan dari ayatnya, tetap akan membuat hati tentram bukan? Karena sejatinya Al-Quran merupakan kalam Allah yang sudah terjamin isinya.
Dulu penulis tidak pernah berpikir akan
menjadi salah satu orang yang beruntung karena telah diundang Allah untuk
menjadi bagian dari keluarga-Nya, untuk menjadi bagian dari orang-orang yang
menghafal kalam suci-Nya. Mungkin banyak cerita yang lebih luar biasa tentang
buah yang dipetik dari membaca dan menghafal Al-Quran. Namun sedikit dari apa
yang yang penulis alami telah cukup untuk meyakininya.
Cinta itu indah
Namun jika bagimu tidak, mungkin kamu salah memilih pasangan.
Begitupun dengan
Al-Quran. Al-Quran adalah obat bagi segala hal
Namun jika bagimu
beban, mungkin kamu belum mengerti.
(Ust. Abu Syamsuddin).