Ketika aku tersadar dari mimpi, hari sudah pagi dan cuaca
cukup mendukung untuk berangkat ke sekolah. Dengan agak malas, aku bangun dari
tidurku. Kemudian meninggalkan kamar setelah membereskannya. Pukul 05:30
tepatnya, aku mandi untuk bersiap – siap berangkat ke sekolah. Ketika selesai,
aku pun memakai seragam sekolah dan bersiap untuk sarapan pagi. Dengan pakaian
pramuka, aku diantar ayahku menggunakan sepeda motor ke sekolah. Dalam
perjalanan, aku merasakan hawa dingin. Seperti biasa, sebelum memasuki gerbang
sekolah, tak lupa aku pamitan dan mencium tangan ayahku terlebih dahulu.
Memasuki gerbang sekolah dengan rasa gelisah, sehingga ku percepat langkahku
menuju kelas. Bertemu teman – teman baru yang perlahan mulai akrab menjadikan
kesenangan tersendiri bagiku.
Malam ini adalah malam minggu, bintang masih setia
menemani. Tak ada persami yang lebih indah dari ini. Teringat persami sebelumnya
bersama sahabatku, Desi. Saat lari – lari di gelap malam, makan malam dengan
menu favorit kita yaitu nasi goreng, menghangatkan diri di sekitar api unggun,
merasakan dinginnya malam diselimuti jaket kembar kita, kamu tidur di sebelahku
dan ketika kita terbangun tahu – tahu kepalamu bersandar di pundakku, kemudian
kita bakar singkong di sisa abu unggun karena kelaparan tengah malam sedangkan
makanan kita telah habis. Kini pukul 00:00, teman – temanku sudah terlelap di
dalam tenda sedangkan aku masih belum tidur, kalau kamu sedang apa Des? Apa
kamu sedang bersama Daeroni, seseorang yang selalu kamu puji dihadapanku. Kalau
saja kamu pegang hp pasti rindu malam ini akan sedikit melegakan dengan kabar
darimu meskipun hanya melalui sms. Malam ini kamu juga persami di sekolahmu.
Iya, ini pertama kalinya kita persami beda gerbang sekolah. “Baik – baik di
sana ya Desi, aku sudah meminta bintang untuk menjagamu malam ini kok.”
batinku. Lamunanku buyar ketika temanku menyapaku dengan suara cukup keras yang
membuatku kaget “Dor… he Ci, ngelamun ae bengi – bengi iso kesurupan loh”. Aku
hanya tersenyum membalas sapaannya. Malam
semakin larut, dingin semakin mencekam, tapi rindu ini yang menghangatkanku.
Awalnya semua biasa saja, seakan semua baik – baik saja.
Tetapi tersadar dari lamunanku, ketakutanku semakin terasa nyata mungkin karena
seiring bergulirnya waktu komunikasi kita semakin berkurang, membuat aku
bertanya – tanya dan menerka – nerka arti lamunan malam itu. Jujur aku takut
kehilanganmu, Des. Berbeda sekolah bukan suatu penghalang menjalin
persahabatan, bahkan persahabatan dunia maya dapat terjalin. Di sekolah baruku
aku mempunyai teman – teman dekat, aku tahu kamu juga seperti itu. Meskipun
kita sudah saling kenal dengan teman – teman dekat kita di sekolah masing –
masing, kalau aku boleh jujur aku ada rasa sedikit iri kepada mereka. Mereka
lebih leluasa melihat kamu tersenyum baik senang maupun duka, senyummu yang
biasanya memberiku semangat, mereka juga menjadi pendengar yang baik buat kamu,
mereka lebih tahu keadaanmu, kamu pun lebih banyak cerita kepada mereka
dibanding aku. Bisa dikatakan mereka sebagai pengganti aku ketika aku tak bisa
bersamamu. Kini aku telah tersingkirkan oleh orang – orang yang mungkin lebih
bisa membahagiakanmu. Itulah awal aku menyadari bahwa kita yang sekarang
bukanlah kita yang dulu. Kita yang sekarang adalah kita yang lebih disibukkan
dengan sekolah baru, tugas sekolah, bahkan teman – teman baru yang lebih dekat
dengan kita.
Dulu, aku satu – satunya sahabat yang kamu perlakukan
khusus seperti aku kau spesialkan. Tapi kenyataannya saat ini sungguh
menyakitkan, keadaan persahabatan kita sudah berbanding terbalik. Tak hanya aku
yang kamu perlakukan seperti itu, mereka adalah teman – teman dekatmu. Benarkah
begitu, Des? Atau ini hanya perasaanku yang terlalu cepat beranggapan seperti
itu. Mereka sangat beruntung bisa bersamamu hampir setiap hari sedangkan aku,
sahabatmu sendiri tak bisa melakukan lebih untuk menunjukkan aku sebagai
sahabat terbaikmu. Aku harus akui ini “Jarak memang kejam, mengubah yang indah
menjadi gelisah. Aku benci jarak”. Wajar saja aku merasakan gelisah seperti
ini, mungkin Desi juga merasakan hal yang sama. Apalagi, teman – teman baru
semakin menguasai dan memperburuk keadaan karena mereka juga menjadi penyebab
kesalah pahaman kita. Seakan – akan aku dengan Desi dijauhkan oleh mereka dan
semua itu di luar keinginan kita. Saat hatiku terluka dan terbuang, sekuat
mungkin aku akan membuktikan aku akan bertahan dengan semua beban ini.
Detik demi detik, aku terus berusaha meyakinkan diriku
sendiri bahwa sesibuk – sibuknya Desi, tetap aku sahabat terbaiknya. Kita sama
– sama menunggu sampai berakhirnya kisah tragis ini. Aku berharap anggapan
negatifku itu salah, kenyataan tidak seperti yang aku bayangkan, bahkan
persahabatan kita akan lebih indah di hari esok karena semua akan berpihak
kepada kita. Semoga Allah selalu melindungi dan menjaga kita hingga apa yang
kita inginkan tercapai, sukses buat kita. Aku mengenal Desi sejak kelas 1 SD,
dia adalah sosok penyayang sahabatnya.
Jika senja pasti akan tergantikan oleh fajar. Keesokan
hari yang menjadi buktinya, pagi – pagi sekali aku sudah dibuat terharu ketika
membaca sms dari Desi “hee aku mambengi mimpi kamu, kamu cuek nang aku gara –
gara nggak pernah sms kamu, ketemu kamu. Aku wedi, kita masih tetep kan? Cuma
kita yang jarang komunikasi. Aku kangen Suci, Desi sayang Suci”. Rindu ini
semakin menjadi – jadi kala itu dan terus berlanjut. Tetap saja kita harus
menjalani ini, kita hanya bisa berbagi tanpa harus bertatap muka. “Bersenang –
senanglah karena hari ini akan kita rindukan.” ujarku kepada Desi. Setidaknya
itu sudah cukup menghilangkan rindu kita selama ini dan aku menikmati
kebersamaan saat itu, aku pun bisa lebih menghargai kebersamaan. Layaknya kita
dulu, kalau sudah bertemu pasti ingin berlama – lama hanya sekedar untuk
berbagi cerita. Ada sedikit perbedaan dengan sekarang, kita ingin terus cerita
semua yang terjadi selama ini dan yang mungkin tidak sempat kita ceritakan saat
hal itu terjadi.
Dari pembicaraan panjang kala itu, membuahkan hasil yang
begitu berharga bagi kita. Ternyata harusnya di antara kita tak ada ketakutan
dan keraguan karena persahabatan kita baik – baik saja, tak ada yang perlu
dikhawatirkan secara berlebihan. Kita belajar banyak hal dari semua yang
terjadi saat itu, kita belajar sabar dan ikhlas. Semua akan indah pada
waktunya, sebuah penantian yang berujung pertemuan membahagiakan. Yang paling
penting kita harus saling percaya dan jangan sampai kita putus komunikasi. Kita
sangat beruntung bisa bersahabat dengan baik karena tak banyak orang yang bisa
mempunyai sahabat padahal kisah terindah adalah saat – saat bersama sahabat.
Kita memang terpisahkan oleh jurang jarak jauh, tapi biarkan doa yang menjadi
jembatannya. Biarkan kisah ini menjadi kenangan manis sebagai pembelajaran kita
yang sudah aku abadikan dalam tulisan ini karena ini begitu indah dan aku
sangat menikmatinya. Tetaplah menjadi sahabat selamanya, Desi.
Oleh: Anggota KSR-PMI Unit UIN Malang
tetap semangat dan jalin komunikasi yang baik ya dengan sahabat kalian :)
BalasHapusSemangat semuanya ��
BalasHapusSelalu berkomunikasi meskipun terhalang oleh jauhnya jarak agar hubungan silaturahmi tetap terjaga 😊
BalasHapusMemang ya yang namanya sahabat ga bisa digantikan dengan mudah ❣️
BalasHapusJarak tak akan mampu mengalahkan hebatnya persahabatan, karna dalam persahabatan yang tulus ada untaian doa-doa yang selalu dipanjatkan.
BalasHapusSemangat ya
BalasHapusHadiah terbesar dalam hidup ini adalah persahabatan
BalasHapusHarta yang paling berharga setelah keluarga adalah sahabat bagi saya:))
BalasHapusYang tau likaliku hidup kita setelah keluarga juga sahabat:'