Jumat, 07 Juni 2019

Jadi Makanan Khas Saat Idul Fitri, Bagaimana Asal-Usul Dan Filosofi Ketupat? Asal-usul Ketupat


Oleh: Fitriyah




Asal-usul Ketupat
Menurut sejarahnya, ketupat dikenalkan pertama kali oleh Sunan Kalijaga pada abad ke-15 hingga awal abad ke-16. Sunan Kalijaga adalah teolog dan satu dari sembilan Walisongo yang yang berperan penting dalam penyebaran Islam di pulau Jawa. Selama berdakwah Sunan Kalijaga mengembangkan dua tradisi sesudah Ramadhan (lebaran) yaitu Ba’da Lebaran dan Ba’da Cilik atau Ba’da Kupat. Ba’da Lebaran dirayakan pada hari pertama bulan Syawal atau hari pertama Idul Fitri dengan bersilaturrahim dan berdoa bersama, sedangkan Ba’da Kupat adalah tradisi yang sebenarnya sudah ada sejak dulu, tetapi diadaptasi oleh Sunan Kalijaga menjadi tradisi Islam di pulau Jawa.
Dalam perayaan tradisi Ba’da Kupat, hampir semua orang memasak makanan olahan beras yang kemudian diberi nama kupat atau ketupat. Mereka membuat anyaman segiempat wajik (belah ketupat) dari janur muda dan kemudian mengisinya dengan beras, lalu mengukusnya dan kemudian dibagikan pada kerabat dekat sebagai simbol kebersamaan dan saling berbagi.
Seiring berjalannya waktu, ketupat tidak hanya menjadi tradisi masyarakat di pulau Jawa akan tetapi menyebar ke negeri tetangga seperti Singapura, Malaysia, Brunei dan negara-negara di Asia Tenggara. Hal ini beriringan dengan penyebaran agama islam yang makin luas sehingga membawa salah satu tradisi khas Indonesia, yaitu tradisi menyajikan ketupat di hari raya Idul Fitri.

Filosofi Ketupat

Kupat atau yang lebih sering disebut ketupat adalah hidangan khas Indonesia ketika lebaran atau Idul Fitri. Berbahan dasar beras yang dibungkus dengan pembungkus terbuat dari anyaman janur muda. Dalam filosofi Jawa, ketupat bukanlah sekedar hidangan khas lebaran. Ketupat memiliki makna khusus.
Banyak filosofi yang terkandung dalam ketpat ini. Bungkus yang dibuat dari janur muda melambangkan penolak bala bagi masyarakat Jawa. Janur merupakan kepanjangan dari “sejatine nur” (cahaya) yang melambangkan kondisi manusia dalam keadaan suci setelah mendapatkan pencerehan (cahaya) selama pada bulan Ramadhan. Sehingga makna dari lebaran ketupat adalah kesusian batin yang dimanifestasikan dalam tujuan hidup esensial.
Bentuk segi empat dalam ketupat mencerminkan prinsip “kiblat papat lima pancer” yang berarti bahwa kemanapun manusia pergi pasti akan selalu kembali pada Allah swt. kiblat lima pancer ini bisa juga diartikan sebagai empat macam nafsu manusia yaitu nafsu amarah untuk memuaskan nafsu marah, nafsu mutmainnah untuk manusia hidup, nafsu sufiah untuk memiliki sesuatu yang indah dan nafsu alumuah atau nafsu untuk memuaskan rasa lapar. Keempat nafsu tersebut ditaklukkan saat berpuasa pada bulan Ramadhan sehingga dengan memakan ketupat orang disimbolkan sudah mampu menaklukkan keempat nafsu tersebut.
Sebagian masayarakat juga memaknai rumitnya anyaman ketupat mencerminkan berbagai macam kesalahan manusia sedangkan warna putih melambangkan kebersihan dan kesucian setelah memohon ampunan. Beras sebagai isi ketupat diharapkan menjadi lambang kemakmuran setelah Idul Fitri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar